|
UniversitariA |
Jaminan Kesehatan di Atma Jaya, Masih Minim ? Rasa aman terhadap diri ketika melakukan aktivitas layak di miliki oleh tiap mahasiswa. Jaminan aman itu misalnya saja dapat diwujudkan dengan tersedianya fasilitas layanan kesehatan. Sejauh ini Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) telah berusaha menjamin kesehatan mahasiswanya melalui Dana Kesetiakawanan Kesehatan Mahasiswa ( DKKM ). Program yang baru berjalan sejak semester genap 2002/2003 merupakan dana bantuan yang diperuntukan bagi mahasiswa Atma Jaya bila mereka mengalami kecelakaan. Dan, santunan yang diberikan besarnya tergantung tingkat penderitaan mahasiswa, yakni Rp.500.000,- bila mahasiswa mengalami kecelakaan dan harus rawat inap, Rp. 1.500.000,- bagi yang meninggal dunia, Rp.2000.000,- bagi yang mengalami cacat tetap, dan Rp. 500.000,-.sebagai dana belasungkawa bukan karena kecelakaan. Meski telah tersedia tunjangan melalui DKKM, namun masih tersimpan pertanyaan tentang bagaimanakah jaminan kesehatan bagi civitas universitas ketika mereka melaksanakan aktivitas dan kegiatannya di dalam kampus ? Ada sebuah kasus yang cukup memprihatinkan yang menimpa seorang mahasiswi jurusan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik angkatan 2002. Saat dirinya sedang mengikuti pelajaran di kelas, karena kondisinya yang lemah ia pun jatuh pingsan. Sayangnya tak ada sarana apapun yang dapat digunakan untuk memberikan pertolongan pertama padanya. Misalnya saja sebuah ruang layaknya klinik. Karena ruang yang dimaksud tak ada, mahasiswi tersebut terpaksa hanya digeletakkan di atas meja. Ironisnya lagi, ketika obat-obatan yang sifatnya elementer pun, misalnya sarana Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) juga tidak dimiliki oleh pihak kampus I UAJY. Kasus serupa terjadi di kampus II UAJY. Ada seorang mahasiswi dari fakultas Biologi yang jatuh pingsan tatkala sedang melangsungkan praktikum. Namun, karena kampus yang dikenal juga dengan gedung St. Thomas Aquinas ini juga tak memliki fasilitas layanan kesehatan apapun, si mahasiswi tadi akhirnya di bawa ke sebuah rumah sakit swasta di kota Yogya. Dua kasus di atas hanyalah bagian kecil yang sempat terpantau saja. Masih banyak kasus-kasus lain yang menunjukkan bahwa UAJY sudah sewajarnya memiliki fasilitas layanan kesehatan bagi segenap warganya. Misalnya saja dengan membangun sebuah poliklinik. Dengan tersediannya fasilitas kesehatan semacam poliklinik maka kejadian-kejadian yang menimpa warga kampus akan segera mendapat penanganan. Apalagi, lokasi gedung UAJY terletak di jalan Babarsari (kampus II dan III) dan di jalan Mozes Gatotkaca (kampus I) merupakan lokasi yang cukup rawan terjadinya kecelakaan. Bagaimana tidak, lokasi kampus UAJY baik kampus I, II, maupun III semuanya berdekatan dengan universitas lain. Hal ini menyebabkan jalan-jalan di sekitar kampus sangat ramai. Apalagi mengingat jalan-jalan itu tidak termasuk jalan tertib lalu lintas, sehingga tidak terdapat sistem pengaturan seperti traffic light. “Tersedianya fasilitas kesehatan di kampus misalnya poliklinik tentu akan menjamin keadaan kesehatan warga kampus terutama mahasiswa. Mahasiswa akan merasa ‘at home’ dan merasa aman berada di kampus. Namun, tersediannya poliklinik ini pun juga mesti ditunjang dengan pelayanan yang memadai, semisal dokter atau perlengkapan obat-obatan,” tutur Drs. B. Boy Rahardjo Sidharta, M. Sc, Dekan Fakultas Biologi UAJY. Namun, ada kendala yang muncul saat hal ini diajukan. Drs. M. Sugiyat, Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) menuturkan,”Untuk bidang kesehatan, kami hanya mendapat sisihan Rp. 1.500,00 dari biaya SPP tiap mahasiswa per semester. Oleh sebab itu, kami tidak dapat memberikan banyak, misalnya penyediaan fasilitas seperti poliklinik,” Menengok ke belakang, pada tahun 1990 Atma Jaya pernah memiliki fasilitas berupa klinik lengkap dengan dokternya. Namun, fasilitas itu tak pernah termanfaatkan secara optimal dan dokternya sendiri jarang berada di klinik. Cukup mengherankan jika menyandingkan kondisi UAJY dengan universitas-universitas lain yang kurang lebih sejajar. Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), atau universitas swasta lainnya telah menyediakan fasilitas kesehatan bagi warganya, baik dalam bentuk sarana fisik dan non fisik. Namun, berbeda sekali dengan yang terjadi di UAJY yang untuk fasilitas P3K saja hingga saat ini belum ada. Jika melihat bahwa mahasiswa seringkali melakukan aktifitasnya baik di dalam atau sekitar kampus sepanjang hari, seharusnya pengelola kampus mencari jalan keluar sehingga fasilitas kesehatan dasar bagi warga kampus terpenuhi. Apalagi, bukankah mahasiswa juga yang selama ini menjadi aset terpenting bagi berjalannya sebuah universitas seperti Atma Jaya? (Nadia Nila Sari) |
© 2003 UPM PASTI
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. |