|
Pernik |
Phaleria papuana, si Alternatif bagi Asam Urat Namanya mulai mencuat setelah pada dirinya ditemukan kandungan yang berguna mengurangi kadar asam urat. Bagaimana dia berkiprah dalam dunia medis selam ini? Salah satu tanaman yang kini populer di kalangan masyarakat pecinta obat tradisional salah satunya adalah mahkota dewa (Phaleria papuana). Sebagai obat tradisional, sebenarnya mahkota dewa juga telah dimanfaatkan secara turun temurun di kalangan keraton Yogyakarta dan Surakarta. Secara empiris tanaman ini terbukti mampu mengatasi penyakit seperti kanker, hipertensi, diabetes hingga penyakit golongan biasa seperti wasir. Karena khasiatnya yang dikenal luas, sebutannya bermacam macam. Misalnya saja di Sumatra, mahkota dewa disebut sebagai buah simalakama, sementara di Cina ia disebut “Shian Thao.” Beberapa karakter yang dapat dilihat untuk mengenali tanaman yang termasuk dalam famili Thymelaecae ini misalnya saja bentuk buah yang lonjong, berwarna merah, dengan permukaan buah yang licin dan beralur. Selain itu, umurnya pun bisa puluhan tahun dengan ketinggian batang mencapai 5 meter. Tempat tumbuh optimal tanaman ini adalah ketinggian 10 sampai 1200 meter di atas permukaan laut, dengan kapasitas produksi maksimal pada usia 10 hingga 20 tahun. Jika selama ini Mahkota Dewa hanya dikenal lewat bukti empirik, bagaimana dengan kondisi ilmiahnya? Dari penelitian-penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa mahkota dewa mengandung senyawa-senyawa yang berpotensi medis. Misalnya saja daun dan kulit mahkota dewa itu mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid. Saponin berguna untuk menghambat proliferasi (perkembangan secara besar-besaran) sel kanker dalam tubuh. Sementara flavonoid yang memiliki sifat mampu menghambat aktifitas enzim HIV-1 proteinase dan integrase, maka dihipotesiskan mampu menghambat perkembangan HIV dalam tubuh manusia. Dan, senyawa alkaloid sendiri memiliki fungsi analgesik (pengurang rasa sakit). Kini, mahkota dewa berusaha dikembangkan menjadi obat asam urat. Pengembangannya berdasar pada kandungan flavonoid yang mempunyai mekanisme kerja tertentu untuk menghambat pembentukan asam urat. Untuk mengerti cara kerjanya, perlu dimengerti dulu proses terbentuknya asam urat. Asam urat terbentuk sebagai akibat dari katabolisme (pemecahan) purin, salah satu basa nitrogen yang terdapat pada DNA. Purin awalnya diurai menjadi hipoxanthin. Reaksi tersebut kemudian dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase. Hipoxanthin ini kemudian diubah menjadi xanthine, juga dengan enzim xanthine oxidase katalisator (pemercepat reaksi). Xanthine inilah yang kemudian diubah menjadi asam urat. Proses oksidasi tersebut melibatkan oksidasi oksigen sebagai akseptor (penerima) elektronnya. Selain terbentuk xanthine dan asam urat, akibat oksidase itu juga terbentuk superoksida radikal dan hydrogen peroksida. Metabolisme pembentukan asam urat berlangsung di hati. Asam urat sendiri sebenarnya bukan senyawa yang berbahaya bagi tubuh karena ia dapat diekskresikan (dikeluarkan) dari tubuh secara alami. Mekanisme ekskresinya melibatkan ginjal dan usus. Asam urat yang dibentuk di hati disekresikan ke ginjal. Di ginjal, terjadi proses penyaringan. Dan, asam urat ini adalah salah satu yang disaring. Proses penyaringan di ginjal ini bertujuan untuk mengurangi kadar asam urat tubuh agar tetap stabil Keadaan di mana kadar asam urat pada tubuh berlebih dikenal sebagai hiperurisemia. Keadaan hiperurisemia ini menyebabkan keabnormalan metabolisme tubuh. Dua yang paling utama adalah meningkatnya sintesis purin dan menurunnya kemampuan ginjal dalam menyaring asam urat. Bila sintesis purin meningkat dan kemampuan ginjal menurun, otomatis konsentrasi asam urat juga semakin meningkat. Pada jumlah yang sangat berlebihan, asam urat tak lagi mampu ditampung lagi dalam jaringan sehingga terbentuk kristal monosodium urat. Kristal dapat terbentuk pada jaringan bawah kulit, persendian, maupun ginjal. Penumpukan kristal pada persendian inilah yang menyebabkan gout (encok). Timbunan tersebut menimbulkan reaksi radang bila terkena benturan, stress atau suhu dingin. Kadar asam urat dalam tubuh dalam kondisi berlebih memiliki banyak faktor. Misalnya saja tidak berfungsinya ginjal yang seharusnya bertugas menyaring dan mengekskresikan asam urat. Sebab lain, bisa juga disebabkan karena produksi asam urat sendiri yang berlebih. Produksi berlebih ini disebabkan ketika tubuh terlampau banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung purin, seperti daging. Selain itu, kelebihan kadar asam urat ini juga dapat disebabkan karena faktor genetis atau kelainan turunan, yang menyebabkan enzim-enzim yang berperan dalam produksi asam urat bekerja secara berlebihan. Untuk menangani kadar asam urat yang berlebih ini umumnya dipakai senyawa allopurinol. Namun pemanfaatan allopurinol ini ternyata dapat menimbulkan efek samping seperti rasa mual dan muntah, diare, serta nyeri pada bagian abdominal. Sebagai jalan lain, flavonoid pun dilirik terlebih karena sifatnya yang relatif aman bagi tubuh. Apalagi, flavonoid dapat diperoleh secara mudah seperti yang terdapat pada mahkota dewa. Senyawa ini bekerja dengan menghambat kerja enzim xanthine oxidase. Apabila xanthine oxidase terhambat maka produksi xanthine berkurang sehingga produksi asam urat pun berkurang. Bila asam urat berkurang maka hiperurisemia dan kristalisasi asam urat dapat ditangani. Kemampuan flavonoid dalam menghambat aktivitas xanthine oxidase sangat terkait dengan strukturnya. Struktur flavonoid secara umum terdiri dari tiga cincin benzena. Adanya modifikasi-modifikasi tertentu menyebabkan timbulnya klasifikasi flavonoid, yaitu flavonoid aglycon, glycocides dan methylated. Masing masing jenis yang ada tersebut masih ada variasi-variasi strukturnya lagi. Variasi struktur melahirkan jenis-jenis baru lagi seperti flavanols, flavones, flavanol, dihidroflavanols dan flavonones. Flavanol, dihydroflavanols dan flavanones merupakan jenis flavonoid yang tidak mampu menghambat aktivitas xanthine oxidase. Hal ini disebabkan karena ikatan antara atom C nomor 2 dan 3 pada senyawa-senyawa itu adalah ikatan tunggal Sementara, flavanols dan flavones mampu menghambat aktivitas xanthine oxidase karena ikatan atom C -nya merupakan ikatan rangkap. Flavones dan flavonol sendiri memiliki perbedaan kemampuan dalam menghambat. Flavones memiliki kemampuan menghambat lebih tinggi karena tidak adanya gugus hidroksil pada atom C nomor 3. Meski terbukti memiliki senyawa-senyawa berpotensi medis, tak semua bagian tanaman mahkota dewa dapat dimanfatkan untuk pengobatan. Perlu kehati-hatian dalam memanfaatkan buah ini. Misalnya saja, bagian cangkang dan biji mahkota dewa justru bersifat racun terhadap hati (hepatotoksik). Zat yang terkandung dalam biji dan cangkang yaitu tannin jika turut dikonsumsi dapat menyebabkan sel-sel hati rusak bahkan pecah. Agar sifat racun ini hilang, maka dalam pemanfaatan mahkota dewa, biji dan cangkang perlu dihilangkan dulu. Setelah itu, bagian daging buahnya baru dapat digunakan. Caranya pun sederhana. Setelah daging buah mahkota dewa dipisahkan dari biji dan cangkangnya, ia dikeringkan. Selanjutnya, daging itu direbus. Dalam proses industri, biasanya ia dibuat dalam bentuk serbuk. Berniat mencoba ?(Novi Kristanti) |
© 2003 UPM PASTI
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. |