|
Diskusi Gerakan Anti Politisi Busuk
Demi kekuasaan, apapun mereka lakukan.
Pemilu
tidak habis-habisnya dibicarakan. Sebuah perhelatan besar yang akan
menentukan roda pemerintahan negara kita. Tidak hanya mekanismenya saja yang
menjadi bahan perbincangan, tapi juga mengenai para politisi yang bermain di
dalamnya. Busuknya permainan para politisi banyak disinyalir sebagai
penyebab keterpurukan Indonesia saat krisis moneter. Keterpurukan itu
sampai saat ini belum ada titik temunya. Mulai dari kasus KKN yang
merajalela dalam birokrasi perpolitikan dan pemerintahan di Indonesia, belum
adanya penegakan HAM secara adil yang berakibat rakyat kecil semakin
menderita dan tertindas. Ditambah lagi masih banyaknya kasus suap menyuap
untuk masuk menjadi pejabat dalam pemerintahan.
Keprihatinan
terhadap kondisi perpolitikan Indonesia sekarang inilah yang kemudian
dibahas dalam sebuah diskusi interaktif hasil kerja sama antara INTI
(Perhimpunan Indonesia Tionghoa), KPPI (Komite Persiapan Pergerakan
Indonesia) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UAJY. Diskusi
yang diadakan pada tanggal 19 Januari 2004, dengan pembicara Faisal Basir
dan Beni Setiono, selaku anggota INTI Jakarta, mencoba untuk membedah tema
mengenai gerakan nasional tidak pilih politisi busuk. Gerakan itu didasarkan
pada kesadaran untuk memilih wakil rakyat yang berkualitas. Diskusi yang
dihadiri juga oleh para mahasiswa Atma Jaya dan anggota INTI sendiri
membahas empat kriteria pemilihan politisi. Beberapa diantaranya dilarang
melakukan pelanggaran HAM berat, tidak terlibat KKN, tidak melakukan
pelecehan terhadap wanita, dan yang terakhir yaitu tidak melakukan perusakan
lingkungan. “Dengan Kriteria tersebut, rakyat hendaknya dapat menilai
pemimpin mana yang sekiranya dapat memimpin Indonesia.” Ungkap Drs. Lukas
S. Ispandriarno, M.A., selaku moderator dalam diskusi tersebut.
Kenyataan bahwa
para politisi akan melakukan berbagai cara demi memperoleh kekuasaan,
memunculkan ketakutan akan kecurangan yang akan mereka lakukan. Kecurangan
itu seperti saat kampanye di kampus. Masalah kampanye di kampus adalah suatu
kebijakan dari tiap-tiap universitas. Ketakutan akan adanya kecurangan
dalam pelaksanaan pemilu 2004 ini, semakin mempertanyakan perihal kampus
UAJY sendiri menanggapi adanya kampanye pemilu di kampus-kampus. Menanggapi
hal ini Lukas, yang juga selaku dosen FISIP UAJY, mengungkapkan bahwa untuk
Universitas Atma Jaya sendiri menolak adanya kampanye pemilu berupa kampanye
massa. Kampanye yang dia maksudkan seperti ketika adanya parpol yang datang
ke kampus untuk membagikan kaos, stiker, atau aksesoris lainnya dengan
tujuan mensosialisasikan partai tersebut. “Yang di harapkan kampus sendiri,
hanya berupa dialog interaktif antara pemimpin parpol dengan kalangan
mahasiswa, sehingga dapat tercipta sosialisasi pemilu yang sehat dan
berwawasan,” tambah dosen yang saat ini sedang menyelesaikan studi S3-nya di
Jerman.
Hal senada pun
diungkapkan Yudho Raharjo selaku mahasiswa FISIP UAJY dan peserta
diskusi. “Saya menolak keras adanya kampanye pemilu di kampus UAJY.
Ketakutan dari mahasiswa adalah adanya kampanye pemilu yang malah
mensosialisasikan parpolnya sendiri bukan mensosialisasikan arti pemilu
sendiri,” tuturnya menjelaskan. Mahasiswa angkatan ’97 ini membayangkan jika
hal itu terjadi, di kampus bakal terjadi pemaksaan dan kekerasan.
Menurutnya, hingga saat ini UAJY sendiri belum mempunyai sikap tegas
terhadap adanya kampanye pemilu yang mau masuk ke kampus. Walaupun kampus
sudah mengeluarkan pernyataan menolak kampanye, akan tetapi masih ada
ketakutan dari kalangan mahasiswa pada penyusup yang akhirnya
mensosialisasikan parpol mereka.
Menanggapi
ketakutan seperti itu, Lukas mengharapkan ada lembaga yang dapat melakukan
kontrol terhadap elit politik yang akan bermain dalam pemilu mendatang.
Dosen berkacamata ini mencontohkan KPPI, sebagai lembaga yang mempunyai
fungsi tersebut. “KPPI sendiri diharapkan melakukan kontrol terhadap elit
politik serta membesarkan partisipasi masyarakat untuk menentukan pimpinan
pilihan mereka yang dirasa mampu dan cakap.” Tapi menurutnya, gerakan dari
KPPI sendiri merupakan jangka panjang, sebab gerakan ini belum tentu
berhasil di pemilu 2004 nanti. Pertanyaannya, apakah pada akhirnya gerakan
nasional tidak pilih politisi busuk berhasil dilaksanakan dalam pemilu? Itu
merupakan pekerjaan rumah kita bersama.(Dyna
Novitasari)
|
|