|
Somasi Atma Jaya,
Sebuah Wujud Tanggung Jawab ?
Upaya peningkatan mutu pendidikan itu justru berakhir dengan ancaman.
Dalam
rangka meningkatkan kualitas para staf pengajarnya, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta (UAJY), mengirimkan sejumlah dosen tetapnya menuntut ilmu ke luar
negeri. Sebelum pemberangkatan, setiap dosen harus menandatangani sebuah
perjanjian. Salah satu isi perjanjian itu adalah dosen tersebut harus
mengirim hasil belajar mereka setiap semester sebagai bukti selama di luar
negeri. Perjanjian lainnya menyebutkan jika masa studi mereka sudah selesai,
dosen tersebut harus kembali menjadi dosen di UAJY dengan perhitungan dua
kali masa belajar mereka di luar negeri ditambah satu tahun.
Tetapi pada kenyataannya, dosen
yang bersekolah di luar negeri itu tidak melakukan kewajibannya. Bahkan
selama masa belajar, mereka tidak berkomunikasi lagi dengan pihak UAJY.
Sesuai dengan surat perjanjian yang telah disepakati, disebutkan pula
akibat-akibat jika dosen melanggar perjanjian. Dosen yang tidak memenuhi
kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang pernah dibuat, maka dia harus
mengembalikan seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh Atma Jaya.
Selama ini pihak universitas
sendiri sudah melakukan tahapan-tahapan untuk menyelesaikan masalah itu.
Tahapan ini sudah sampai pada bentuk akhir, yaitu somasi melalui media
cetak, KOMPAS, awal Januari 2004 lalu. “Jika somasi ini tidak
ditanggapi, kasus ini akan dibawa ke meja hijau,” imbuh G. Widiartana,
selaku wakil dari Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum (PBKH) UAJY.
Berkenaan dengan sikap yang
dikeluarkan Atma Jaya Drs. Y. Sri Susilo, M.Si, Pembantu Dekan 1
Fakultas Ekonomi UAJY, setuju jika pihak Universitas menindak tegas
pelanggaran ini karena hal tersebut sudah dijelaskan dalam surat perjanjian
dan sudah ada kesepakatan dengan dosen yang bersangkutan,” Lebih lanjut,
laki-laki yang akrab disapa Yohanes ini menuturkan bahwa dengan adanya
ketegasan sikap melalui prosedur hukum atau somasi itu, untuk ke depannya
pelanggaran-pelanggaran berikutnya yang sejenis tidak terulang.
Kasus ini hingga sekarang masih
dalam proses penyelesaian. Dalam penyelesaian ini pun bukan secara ekstrim,
namun mengikuti prosedur yang berlaku dalam penyelesaian masalah. Sejauh ini
proses yang sudah dilakukan ialah mencoba menghubungi para dosen tersebut,
salah satunya dengan cara mengirim surat kepada mereka. Setelah waktu yang
digunakan untuk menghubungi telah bergeser jauh dari batasnya dan tidak
pernah ada tanggapan dari para dosen tersebut, pihak universitas melakukan
proses selanjutnya, yaitu dengan mengeluarkan surat somasi. Namun, jika
jalan yang lebih tinggi tingkatannya ini tetap tidak membuahkan hasi yaitu,
kasus ini akan dilimpahkan ke meja hijau.
Dikirimkannya sejumlah dosen
tetap untuk melanjutkan pendidikannya itu menurut Yohanes adalah langkah
dari universitas untuk menjawab kurangnya tenaga pengajar yang memenuhi
standard. Bersamaan dengan itu, untuk mengantisipasi kekosongan dari
pengiriman dosen-dosen tersebut, kampus merekrut dosen-dosen tidak tetap
dari universitas lain. “Pengiriman dosen yang dilakukan Atma Jaya itu
sebagai realisasi agenda universitas yang akan dimulai tahun ajaran 2004
ini. Universitas hanya akan menerima pelamar dengan gelar Master
untuk diterima menjadi dosen tetap,”imbuh Yohanes.
Namun, masih menjadi pertanyaan
yang belum terjawab, permasalahan apa yang menyebabkan dua dosen dari
fakultas ekonomi yang dikirim Atma Jaya tersebut tidak melaksanakan
perjanjian yang telah disepakati? G. Arum Yudarwati, M.Mktg.Comcn
menuturkan bahwa dua dosen dari fakultas Ekonomi tersebut tak memenuhi
perjanjian karena adanya ketidaksinkronan kepentingan antara kedua belah
pihak. Sayangnya, titik yang menjadi pemicau masalah ini masih belum jelas
karena tetap belum ada kabar dari dua dosen tersebut atas somasi yang
dikeluarkan atma Jaya.
Somasi, dalam kacamata Yohanes
merupakan bentuk tanggung jawab Atma Jaya sebagai lembaga pendidikan,
khususnya lembaga swasta untuk mewujudkan pendidikan yang optimal.
Statusnya sebagai lembaga swasta ini menuntut kemandirian dalam pengelolaan
organisasi. Sementara, tingginya biaya operasional yang keluar dalam
penyelenggaraan pendidikan di Atma Jaya, maka perilaku dosen dalam kasus ini
tentu sangat mengganggu.
Upaya Atma Jaya dalam meningkatkan mutu
pengajarnya tersebut cukup mulia. Sayangnya, cita-cita itu kandas di tengah
jalan. Perlu evaluasi bersama agar kejadian ini tak terulang. Misalnya saja,
evaluasi tentang kendala-kendala yang dimiliki dosen. Bukan semata soal
gaji, namun dapat juga pengakuan atas profesi ketika mereka telah mendapat
kesempatan belajar yang semakin tinggi.(I
Made Sudarmika)
|
|